Dokter
adalah seseorang dengan gelar dokter atau seseorang yang
memiliki lisensi untuk praktik dalam seni penyembuhan penyakit,
dimana dokter harus dapat mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang sudah dan
akan dilakukan terhadap pasien secara profesi. Namun, dengan diberlakukanya UU
praktik kedokteran 2004 maka setiap tindakan yang dilakukan oleh dokter juga
harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Pertanggungjawaban
penyelenggaraan kesehatan ini harus memiliki sebuah alat bukti yang kuat secara
tertulis (Peraturan Pemerintah No.269/Menkes/PER/III/2008,
BAB III pasal (5)),
sehingga semua hal tersebut harus terdapat dalam rekam medis. Sebagaimana
sesuai dengan salah satu fungsi rekam medis yaitu “LEGAL” yang sering disingkat
dengan istilah ALFRED.
Rekam
medis mengalami perkembangan yang pesat dalam era saat ini, dimana bukan hanya
berfokus pada pencatatan secara sederhana dengan hanya mengandalkan kertas, namun
sudah banyak yang mulai beralih dengan menggunakan lesspaper bahkan di negara-negara maju sudah menggunakan Elektronik Medical Record (EMR) yang
berbasis pada sistem komputerisasi. Dengan perubahan ini maka sebagai tenaga
rekam medis yang profesional kita semakin memiliki tantangan yang berat untuk
dapat berkembang dan mengikuti arus modernisasi jaman ini. banyak hal yang
harus kita perbaiki dan kembangkan, dimana dalam proses ini dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kategori, diantaranya :
1. Individu
Kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh
seorang tenaga rekam medis secara individu sudah coba saya jabarkan pada hasil
tulisan saya sebelumnya dimana kemampuan tersebut berdasarkan PERMENKES RI No. 55 Tahun 2013
2. Profesi
PORMIKI sebagai induk organisasi perekam
medis di Indonesia memiliki tantangan dan tanggung jawab yang besar terhadap
perkembangan profesi perekam medis di Indonesia ini. diantaranya :
A. STR
dan SIK
Tenaga rekam medis bukan hanya harus memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Kerja (SIK) saja, tetapi profesi harus
lebih mengatur mulai dari pembuatan dan pemanfaatannya dalam dunia kerja. Tidak
bisa dipungkiri, dalam beberapa proses pengurusan STR yang cukup sulit
pembuatannya, dimana untuk mendapatkan STR ini kita sebagai tenaga rekam medis
harus menunggu dalam waktu yang sangat lama. Setelah menunggu untuk waktu yang
terkesan lama, kita juga kurang merasakan apa fungsi dari STR itu sendiri,
dimana tidak ada sangsi atau aturan yang jelas dan tegas apabila prosesi rekam
medis tidak memiliki STR (wilayah diluar Jawa lebih terasa akan hal ini).
Peran DPP PORMIKI yang kurang maksimal,
seakan tidak ada pengawasan yang dilakukan oleh PORMIKI pusat yang bertempat di Jakarta
tentunya.
B. Pelatihan
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang perekam medis adalah koding.
Koder adalah salah satu tenaga yang berperan dalam proses klaim penyelenggara
kesehatan ke pihak pemberi jaminan kesehatan (BPJS misalnya).
Apakah tidak bisa memungkinkan untuk
pelatihan ini lebih mengutamakan tenaga perekam medis yang sudah jelas sesuai
dengan undang-undang, dimana dijelaskan bahwa tenaga koding adalah seorang
lulusan rekam medis.
3. Pemerintah
Pemerintah telah memberi kita payung hukum
yang baik dalam perkembangan profesi rekam medis, mari kita manfaatkan dan
sukseskan dasar hukum yang sudah dibuat oleh pemerintah tersebut.
Dewasa ini, hal yang menjadi
sorotan dan diskusi seorang profesi rekam medis yang sudah bekerja, terutama di
rumah sakit yang bekerja sama dengan pihak asuransi (terutama BPJS) adalah koding.
Terdapat beberapa aturan dan prinsip dasar yang berbeda antara petugas koding
dan pihak BPJS, dimana hal yang utama adalah prioritas dari masing-masing pihak
dalam memberikan kode diagnosa pasien. Sebagai tenaga koder, kita lebih
berprioritas terhadap apa saja yang ditulis oleh dokter dan apa saja penyakit
yang diderita oleh pasien. Sedangkan dari pihak asuransi, lebih berprioritas
terhadap efisiensi pembiayaan, dimana pihak asuransi adalah suatu badan usaha
yang harus bisa mengcover seluruh penduduk Indonesia, sehingga mereka memiliki
penilaian dan kriteria tersendiri yang berbeda dengan rumah sakit.
Dalam sisi Pelayanan medis,
rumah sakit pada khususnya, memiliki dilema yang tidak dimiliki oleh pelayanan
lain seperti hotel, restauran, perusahaan makan dll. Pelayanan medis adalah
jenis pelayanan yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat pada era modern sat ini,
paling tidak masyarakat akan memanfaatkan pelayanan medis ini 1 kali dalam masa
hidupnya. Dilema yang dihadapi oleh
pihak pemberi pelayanankesehatan adalah ketidakpastian dalam menentukan biaya
kesehatan. Tidak semua hal dapat diprediksi dengan sempurna oleh RS. Dalam
pelayan rumah sakit sering terdapat bad
debt yaitu biaya pelayanan kesehatan yang tidak bisa ditagihkan kepada
pasien maupun keluarga pasien, sehingga perlu dipikirkan suatu cara untuk
meminimalisir hal tersebut. Perlu adanya alternatif dan kompensasi lain dari
kejadian bad debt ini baik itu dari penerimaan pasien lain yang lebih sanggup
untuk membayar, pihak perusahaan, asuransi dan juga kebijakan-kebijakan yang
lain.
Perlu adanya komunikasi dan
aturan yang jelas untuk menjembatani hal tersebut, sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan satu sama lain. Komunikasi yang efektif adalah kunci
utama dari penyelesaian masalah ini.
Dahulu, ASKES dalam melakukan
pembayaran terhadap puskesmas menggunakan sistem kapitasi sedangkan dalam
membayar RS menggunakan sistem paket. Terjadi banyak perubahan dalam pelayanan
pasien pada era BPJS ini, terdapat banyak hal baru dan tantangan-tantangan yang
harus dihadapi oleh seluruh pihak, baik itu pemerintah, pihak asuransi (BPJS khususnya),
pemberi pelayanan kesehatan, dan masyarkat itu sendiri.
Perlu adanya
komunikasi 2 arah antara penyelenggara pelayanan kesehatan dan pihak asuransi
BPJS guna menyelesaikan masalah yang dihadapi di lapangan. Adanya perbedaan
persepsi dan arah kebijakan akan sangat merugikan salah satu pihak, dimana
kerugikan dari salah atu pihak ini akan sangat mempengaruhi pihak konsumen yang
dalam hal ini adalah pasien. Pasien akan merasa dirugikan dengan beberapa kasus
di lapangan yaitu, pembatasan jumlah kamar yang sesuai hak (diharapkan pasien
akan meminta naik kelas karena apabila pasien dirawat sesuai hak maka 100%
pasien tersebut tidak mengeluarkan biaya apapun), pasien merasa dilempar dari 1
RS ke RS lain, pelayanan yang diberikan kurang optimal karena masalah efisiensi
dari RS (mengurangi obat, pelayanan penunjang, dll), pengurusan persyaratan
rawat inap terkesan berbelit-belit, dll. Hal – hal tersebut adalah sebagian
kecil yang dirasakan oleh pasien dan
masih banyak hal lain yang harus diselesaikan dengan duduk bersama.
Kita sebagai seorang perekam medis yang profesional diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam mengubah dan memajukan profesi kita, baik itu dalam organisasi profesi maupun di rumah sakit tempat kita bekerja.
Kita sebagai seorang perekam medis yang profesional diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam mengubah dan memajukan profesi kita, baik itu dalam organisasi profesi maupun di rumah sakit tempat kita bekerja.